search
for
 About Bioline  All Journals  Testimonials  Membership  News


Oseanologie dan Limnologie di Indonesia
LIPI, Indonesia

Num. 29, 1996, pp. 1-13

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 1996 No. 29:1-13

ISSN 0125 - 9830

STUDI PENDAHULUAN TENTANG PERANAN PAKAN BUATAN DALAM BUDIDAYA RAJUNGAN, PORTUNUS PELAGICUS (PORTUNIDAE, DECAPODA)

oleh

SRI JUWANA

Balitbang Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Code Number:LI96001
Sizes of Files:
      Text: 27K
      Graphics: Line drawings (gif) - 48K

ABSTRAK

Hasil Penelitian ini memperlihatkan bahwa fungsi nauplii Artemia sebagai pakan burayak rajungan (zoea dan megalopa) belum dapat digantikan dengan pakan alami (cacahan daging kerang hijau dan rebon) maupun dengan pakan buatan. Pakan buatan berbentuk tepung dapat berperan untuk meningkatkan nilai nutrisi nauplii Artemia sebelum binatang ini diberikan kepada burayak rajungan. Anak kepiting (crab instar ) rajungan dapat menerima pakan buatan berbentuk pelet kering. Teknik uji peranan pakan buatan yang diterapkan di sini dapat digunakan untuk studi nutrisi bagi setjap perkembangan burayak rajungan. Tetapi teknik uji pakan untuk penabesaran anak kepiting masih memerlukan peningkatan dalam sistern pergantian air.

ABSTRACT

PRELIMINARY STUDY ON THE ROLE OF ARTIFICIAL FEED IN THE CULTURE OF CRAB, PORTUNUS PELAGICUS (PORTUNIDAE, DECAPODA). The result of the present study indicates that the function of Artemia nauplii as live feed for the zoea and megalopa of Portunus pelagicus can not be replaced by either natural fresh feed (chopped molluscs or mysids) or by artificial feed. Powdered artificial feed can be used to enrich the nutrient value of Artemia nauplii given to the crab larvae. Meanwhile, pelletized artificial feed appears to be acceptable to crab instar. Thus this method of nutrient study can be used for any stage of larval development, except for crab instar. For the latter case, it requires improvement in the system of sea water exchange.

PENDAHULUAN

Masyarakat luas telah mengetahui bahwa peranan pakan buatan dalam budidaya udang sangat nyata memudahkan pelaksanaan pembenihan di balai benih maupun di tambak. Tidak seperti pada udang maupun ikan, budidaya rajungan masih dalam taraf penelitian di Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta telah berhasil melakukan penetasan telur, pemeliharaan burayak dan produksi masal benih rajungan (anak kepiting III/IV) siap tebar dalam skala laboratorium (JUWANA 1995). Usaha pemeliharaan masal rajungan ini masih menggunakan pakan alami hidup (nauplii Artemia) dan pakan alami mati, yaitu kerang hijau dan rebon. Keberhasilan ini memungkinkan dilakukannya studi nutrisi bagi setiap perkembangan burayak rajungan.

Nauplii Artemia merupakan pakan impor, sedangkan kerang hijau dan rebon merupakan pakan 1okal yang mudah ditemukan dan relatif murah harganya, sehingga penggunaan kerang hijau dan rebon sebagai bahan dasar pakan buatan akan memudahkan budidaya rajungan di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pakan buatan dalam budidaya rajungan, disamping juga untuk menjajagi teknik penyediaan bahan dasar dan pembuatan pakan buatan yang benar; dan teknik uji yang andal untuk studi nutrisi bagi setiap tingkat perkembangan burayak dan pasca-burayak rajungan.

BAHAN DAN METODE

Penyediaan air laut

Seluruh kegiatan pembenihan rajungan, daft penyediaan pakan hidup, penetasan telur, pemeliharaan burayak yang baru menetas (zoea I) sampai tingkat anak kepiting III/IV (crab III/IV) menggunakan air laut yang telah melalui serangkaian penyaringan sampai ke ukuran saringan 5 mikron. Kemudian dilakukan klorinasi (± 4 mg/l), deklorinasi dan penyinaran dengan sinar ultraviolet selama tiga jam. Selanjutnya percobaan pemeliharaan anak kepiting III/IV menggunakan air laut yang disaring dan diklorm tanpa penyinaran sinar ultraviolet.

Penyediaan pakan

Pakan hidup disediakan dalam bentuk nauplii yang baru menetas dan nauplii yang diperkaya dengan pakan buatan berbentuk tepung. Penyediaan nauplii Artemia yang diperkaya dilakukan pada nauplii Artemia yang berumur setengah sampai satu haft. Setengah gram pakan diberikan kepada sekitar satu juta nauplii Artemia dalam dua liter air laut pemeliharaan. Dua jam kemudian nauplii tersebut digunakan sebagai pakan burayak. Sebelumnya nauplii yang telah diperkaya tersebut dicuci dahulu dengan air laut dan dihitung jumlahnya.

Pakan alami disediakan dalam bentuk cacahan kerang hijau dan rebon yang digunakan sebagai pakan tambahan pada pemeliharaan megalopa dan pakan utama pada produksi benih rajungan. Kedua jenis pakan alami tersebut diperoleh dalam keadaan segar dari nelayan setempat. Sebelum disimpan dalam freezer, pakan tersebut dipanaskan selama 30 menit untuk mematikan ensim outolitik yang dapat menyebabkan dekomposisi bahan atau pembusukan daging (BUDZINSKI et al. 1995; CASTELL et al. 1989)

Pakan buatan disediakan dengan bahan dasar tepung kerang hijau dan tepung rebon yang telah diayak dengan saringan 64 mikron (untuk pakan nauplii Artemia) dan 1 mm (untuk pelet juwana rajungan). Komposisi pakan buatan adalah tepung kerang hijau dan tepung rebon dengan perbandingan satu berbanding satu. Sebagai perekat digunakan tepung terigu sam bagian untuk pakan berbentuk pelet, 1/5 bagian untuk pakan berbentuk tepung; dan air dua bagian untuk pelet, satu bagian untuk yang berbentuk tepung. Unsur-unsur lain sama untuk kedua bentuk pakan buatan tersebut, yaitu sekitar 10% 'squid liver oil' dengan tambahan campuran vitamin (Tabel 1).

Bahan-bahan pakan tersebut dicampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas untuk dikukus selama satu jam. Pada waktu masih panas, pakan yang berbentuk pelet dicetak dengan gilingan daging yang mempunyai diameter lubang 2 mm. Selanjutnya pakan ini dikeringkan dalam oven dengan suhu 100C selama delapan jam, kemudian suhu diturunkan sampai 60C selama semalam. Pakan yang telah kering dibungkus dalam wadah termtup dan disimpan dalam refrigerator dengan suhu 11 C.

Sebagai pembanding digunakan pakan buatan impor, Mixed Feed for Penaeus japonicus (MFPJ), produk dari Higashimaru Foods Inc., dengan komposisi: protein 57%, lemak 7 %, kadar air 12.%.

Rancangan percobaan untuk pemeliharaan zoea II - anak kepiting I (crab 1)

Percobaan untuk pemeliharaan zoea II - Anak kepiting dilakukan secara bertahap dengan menggunakan wadah-wadah gelas yang berisi dua liter air laut pemeliharaan. Aerasi terus-menerus diberikan cukup besar untuk membuat pengadukan dari bawah ke atas.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan buatan yang digunakan untuk burayak dan juwana rajungan, Portunus pelagicus.

BAHAN PENYUSUN PAKANKUANTITAS BAHAN DALAM SATUAN ADONAN
pakan burayakpakan juwana
BAHAN UTAMA:
Tepungkerang105 g100 g
TepungRebon105 g100 g
Squid Liver Oil (lipid)20 ml30 ml
PEREKAT:
Tepungterigu20 g100 g
Air100 ml180 ml
CAMPURAN VITAMIN:
C = asam askorbat1000 mg1000 mg
niasinamida100 mg100 mg
kalsium pantotenat40 mg40 mg
B1 = thiamin mononitrat100 mg100 mg
B2 = riboflavin50 mg50 mg
B6 = piridoksin H CI20 mg20 mg
B12 = sianokobalamin10 mg10 mg
E = d-alpha-tokoferol(antioksidan)200 I.U.200 I.U.
KODEL-GIMIVL-LIPI-1994J-GIMIVL-LIPI-1994
BENTUKTepungPelet

Cahaya lampu TL (intensitas 2500 - 4500 lux) diberikan pada waktu pemeliharaan zoea. Pada pemeliharaan tingkat megalopa sampai anak kepiting I digunakan "shelter" bempa daun plastik yang digantung di tengah-tengah wadah gelas, sedangkan tambahan "cahaya dari lampu TL ditiadakan. Pergantian air laut, pemberian pakan dan pengaturan kepadatan awal menurut perlakuan yang diujikan pada percobaan tercantum pada Tabel 2. Kondisi lingkungan yang dipantau pada waktu percobaan adalah salinitas, suhu, pH dan DO.

Kelulus-hidupan biota uji dihitung setiap hari pada saat penggantian air laut pemeliharaan. Megalopa yang terjadi pada pemeliharaan zoea (percobaan I, III dan IV) atau anak kepiting I yang terjadi pada pemeliharaan megalopa (percobaan II) segera dipisahkan dari wadah percobaan. Biomasa akhir dalam

Tabel 2. Pola rancangan percobaan dan hasii pemeliharaan burayak (zoea II - anak kepiting (AK) I) rajungan, Portunus pelagicus.

PERLAKUENBIOMASS AKHIR (individu/l)
PERCOBAANPEMELIHARAAN
PAKAN/2 IdHARIKEPADATAN/2 L
IZoea IV- Megalopa1.10.000 Aoa. 30 Zoea IV 5,8
b. 50 Zoea IV 11,7
c. 70 Zoea IV 15,2
(6- 8 Sept. 1994)2. 10.000 AJa. 30 Zoea IV 5,2
b. 50 Zoea IV 7,8
c. 70 Zoea IV 18,3
3. 10.000 ALa. 30 Zoea IV 8,5
b. 50 Zoea IV 11,8
c. 70 Zoea IV 19,3
IIMegalopa - AK I40,000 AL ditambah
1. (0,2 + 0,2) gr Ga. 12 Megalopa 2,7
b. 16 Megalopa 4,0
c. 20 Megalopa 4,2
(9 - 12 Sept. 1994)2. (0,4 + 0,2) gr Ga. 12 Mega1opa 3,2
b. 16 Megalopa 3,7
c. 20 Megalopa 3,7
3. (0,6 + 0,2) gr Ga. 12 Megalopa 2,2
b. 16 Megalopa 4,7
c. 20 Mega1opa 2,2
IIIZoea II- Megalopa1.10.000 Aoa. 60 Zoea II 8,2
b. 100 Zoea II 8,0
c. 140 Zoea II 20,8
(20- 28 Sept. 1994)2. 10.000 AJa. 60 Zoea II 9,0
b. 100 Zoea II 7,5
c. 140 Zoea II 12,3
3. 10.000 ALa. 60 Zoea II 8,0
b. 100 Zoea II 17,2
c. 140 Zoea II 4,8
IVZoea III- Mega1opa1.10.000 Aoa. 60 Zoea III 2,0
b. 100 Zoea III 1,0
c. 140 Zoea III 7,7
(25- 28 Sept. 1994)2. 10.000 AJa. 60 Zoea III 0,3
b. 100 Zoea III 4,2
c. 140 Zoea III 6,3
3. 10.000 ALa. 60 Zoea III 1,8
b. 100 Zoea III 4,2
c. 140 Zoea III 6,2
Ao= nauplii Artemia yang baru menetas AJ= pakan buatan dan Jepang (Mixed Feed for Penaeusjaponicus) AL= pakan buatan P30-LIPI dalam studi ini L-GIMIVL-LIPI-1994 G= cacahan kerang hijau (green mussel )
Tabel 2 menunjukkan kelulus-hidupan biota uji pada hah penelitian dihentikan. Sedangkan produksi total megalopa atau anak kepiting I mempakan jumlah megalopa atau anak kepiting I yang terjadi setiap hah sampai hah terakhir percobaan.

Percobaan pemeliharaan benih rajungan hasii budidaya

Pemeliharaan benih rajungan secara "single rearing" yang dimulai dan tingkat perkembangan anak kepiting III dilakukan pada bak-bak berukuran 50 x 80 x 30 cm2 (tinggi air 20 cm) dengan isi 31 anak kepiting/bak. Pakan yang diberikan berupa pelet yang diganti tiap hah. Permmbuhan anak kepiting diukur dan cangkang yang lepas pada peristiwa molting. Pergantian air mula-mula dilakukan tiga kali sehari. Apabila terjadi kematian sam atau lebih anal kepiting maka pergantian air ditingkatkan menjadi erapat kali, kemudian lima kali sehari. Suhu air diatur 31C dan salinitas 32 % (31 - 33 %). Berat tubuh anak kepiting ditimbang daft yang mati maupun yang hidup pada akhir pemeliharaan.

Pemeliharaan benih rajungan secara "mass rearing" dilakukan pada bak-bak berdasar pasir di laboratorium basah. Ukuran dasar bak 50 x 80 cm2 (tinggi air 20 cm). Kepadatan benih yang diujikan adalah 140, 100, 60 dan 135 anak kepiting III per bak. Pakan berupa pelet diberikan secara berlebihan pada bagian tengah bak. Sisa pakan di "siphon" setiap hari, kemudian diganti yang baru. Pergantian air laut dilakukan dalam waktu bersamaan dengan cara pemeliharaan satu demi sam pada suhu 27-28øC dan salinitas 32 % (31-33%).

HASIL DAN DISKUSI

Pemeliharaan burayak rajungan di laboratorium dimaksudkan untuk melihat hasil pengaturan kepadatan dan pemberian ransum makanan bagi setiap tingkat perkembangan burayak rajungan. Pengamran kepadatan burayak rajungan dalam suatu volume air pemeliharaan tergantung pada tersedianya hewan uji yang sehat dan mutu air pemeliharaan yang memenuhi syarat bagi kehidupan hewan uji tersebut. Sedangkan ransum makanan yang diberikan harus dapat memenuhi kebumhan nutrisi burayak dan tidak menyebabkan penurunan mutu air dengan cepat. Keberhasilan percobaan ini didasarkan pada nilai kelulushidupan biota uji (Tabel 2), produksi megalopa (Gambar 1) dan produksi anak kepiting I (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi anak kepiting (AK) I pada percobaan pemeliharaan megalopa rajungan, Portunus pelagicus.

SUMBERPERLAKUANKELULUS-HIDUPAN
pakan/2 L/harikepadatan/2 Lindividu/Lpersentase
JUWANA 199510.000 Ao +(a) 20 Megalopa(1) 2,17 AK 121,7 %
0,4 G +(b) 30 Megalopa(2) 2,50 AK 116,6 %
1,0 M(c) 40 Megalopa(3) 3,67 AK 118,4 %
PERCOBAAN II40.000 AI +(a) 12 Megalopa3,5 - 4,3 AK I63,8 %
0,4 G +(b) 16 Megalopa3,2 - 4,8 AK 153,3 %
1,0 M(c) 20 Megalopa4,3 - 5,0 AK I46,7 %

Keterangan:
AK = Anak kepiting
0,4 G = 0,4 gram cacahan kerang hijau (green mussel )
1,0 M = 1,0 gram rebon (mysids)

Peranan pakan buatan pada pemeliharaan zoea II - anak kepiting I

Kondisi lingkungan selama percobaan I, II, III dan IV stabil, yaitu salinitas 32 %; suhu 27,5 - 28øC; pH 8,1 - 8,5; dan DO 6,3 - 6,8 ppm.

Percobaan I, yang dimulai dari pemeliharaan zoea IV sampai megalopa, menunjukkan bahwa produksi megalopa selalu lebih tinggi pada budidaya dengan pakan nauplii Artemia yang diperkaya dengan pakan buatan berbentuk tepung, L-GIMI VL - LIPI-1994 (AL), daripada budidaya yang diberi nauplii Artemia yang baru menetas (Ao), atau yang diperkaya dengan MFPJ (AJ) (Gambar 1). Sementara itu, peningkatan padat penebaran awal dari 30; 50 sampai 70 zoea IV per dua liter air laut pemeliharaan, menunjukkan peningkatan produksi megalopa pada kepadatan yang lebih tinggi (Gambar 1 ). Hal ini menunjukkan bahwa padat penebaran zoea IV sebesar 35 individu per liter belum merupakan kepadatan optimum.

KETERANGAN:

Percobaan I Produksi megalopa daft pemeliharaan zoea IV sampai megalopa (6 - 8 September 1994).

Percobaan II Produksi crab 1 dan pemeliharaan megalopa sampai anak kepiting I (9 - 12 September 1994).

Percobaan IIIa Kelulus-hidupan burayak daft pemeliharaan zoea 11 sampai megalopa (20 - 28 September 1994).

Percobaan IIIb Produksi megalopa dan pemeliharaan zoea 1I sampai megalopa (20 - 28 September 1994).

Percobaan IVa Kelulus-hidupan burayak daft pemeliharaan zoea 11I sampai megalopa (25 - 28 September 1994).

Percobaan IVb Produksi megalopa dan pemeliharaan zoea III sampai megalopa (25 - 28 September 1994).

a, b, dan c Perlakuan padat penebaran awal pada masing-masing percobaan (lihat Tabel 2).

Pakan 1,2 & 3 Perlakuan pemberian pakan pada masing-masing percobaan, (lihat Tabel 2).

Beberapa percobaan pemeliharaan megalopa yang telah dilakukan bermrut-turut pada tahun 1994 menunjukkan bahwa megalopa tetap memerlukan nauplii Artemia. Apabila hasil-hasil tersebut ditinjau kembali (Tabel 3), maka nampak bahwa pada percobaan II diperoleh peningkatan produksi anak kepiting I dengan kisaran 3,2 - 5,0 ekor per liter. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa produksi anak kepiting I tertinggi selalu diperoleh daft budidaya dengan padat penebaran awal megalopa tertinggi, apabila dinyatakan dalam individu per liter. Tetapi bila dinyatakan dalam persentase, maka budidaya dengan padat penebaran awal terendah akan mempunyai persentase produksi tertinggi. Jadi hasil anak kepiting I yang terbaik daft penelitian tahun 1994 ini adalah budidaya yang merapunyai padat penebaran awal 20 megalopa per liter, dengan pakan 10.000 nauplii Artemia + 0,4 G + 1,0 M per liter per haft.

Selanjutnya, pada percobaan III, nauplii Artemia yang diperkaya mulai diberikan pada tingkat zoea yang lebih awal. Hasilnya menunjukkan bahwa produksi megalopa yang diperoleh dari budidaya dengan (AL) lebih tinggi danpada budidaya dengan (A J) atau (Ao) (Gambar 1 ). Penelitian ini menunjukkan bahwa zoea Il rajungan dapat menerima nauplii Artemia yang. diperkaya dengan pakan buatan, yang mempunyai ukuran relatif lebih besar (lebar O, 117 - 0,190 mm; panjang 0,551 - 0,760 mm) daripada ukuran nauplii Artemia yang ban menetas (lebar 0,117 - 0,760 mm; panjang 0,333 - O, 432 mm). Keadaan ini lebih menguntungkan bagi budidaya rajungan karena kualitas air lebih terjaga, bila dibandingkan dengan cara peningkatan nilai nutrisi nauplii Artemia menggunakan minyak hewani. Cara terakhir ini mengandung resiko, yaitu apabila pencucian nauplii kurang bersih sebelum dimasukkan ke bak budidaya, maka akan terjadi lapisan minyak yang menutupi permukaan atau tersuspensi dalam air laut pemeliharaan. Keadaan ini akan menghambat pernafasan hewan yang dibudidayakan (SORGELOOS & LEGER 1992).

Produksi megalopa pada percobaan III relatif kecil dibandingkan dengan produksi megalopa pada percobaan I. Misalnya dengan kepadatan awal 70 zoea IV/21, dalam percobaan I, dapat diperoleh megalopa 10,8 - 16,0 indvidu/l. Sebaliknya dengan kepadatan awal 60 zoea 11/21, dalam percobaan III, hanya diperoleh megalopa 2,0 - 6,5 individu/l. Hal ini rnenunjukkan bahwa kondisi biota uji yang digunakan dalam percobaan I lebih baik daripada zoea II yang digunakan dalam percobaan III.

Kernudian pada perneliharaan zoea III sampai megalopa (percobaan IV) terlihat bahwa produksi megalopa tertinggi diperoleh daft budidaya yang menerama nauplii Artemia yang baru menetas. Hal ini menunjukkan telah terjadi penurunan nilai nutrisi daft pakan buatan yang disiapkan pada tanggill 1 September 1994 dan disimpan dalam refrigerator; sedangkan bahan-bahan utama penyusun palcan terebut telah disimpan dalam keadaan kering di suhu ruang selama tiga bulan. Idealnya suatu pakan buatan atau pakan siap pakai tidak disimpan di refrigerator unmk memudahkan pemasaran. Cara tersebut tidak menjamin stabilitas mum pakan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tehnik uji peranan pakan buatan yang diterapkan di sini selain dapat digunakan unmk studi nutrisi bagi setiap tingkat perkembangan burayak rajungan, juga dapat digunakan unmk menenmkan saat kadaluwarsa suatu bahan utama penyusun pakan maupun formulasi pakan yang disediakan.

Peranan pakan buatan pada pembesaran benih rajungan

Karena terjadi kematian masal (64 anak kepiting) maka pembesaran benih rajungan secara "single rearing" dihentikan pada haft ke-15 setelah tebar (atau umur 36 haft apabila dihimng daft haft tetas), sedanngkan pemeliharan secara "mass rearing" dihentikan pada haft ke-20 setelah tebar. Hasil kelulushidupan dan komposisi anak kepiting pada setiap bak (berukuran 50 x 80 x 20 cm3) dapat dilihat pada Gambar 2. Nampak bahwa pembesaran benih rajungan dengan kedua cara tersebut mempunyai hasil yang tidak jauh berbeda. Ketika dihentikan, yang masih hidup pada pemeliharaan secara "single rearing" adalah 22, 28, 26 dan 16 anak kepiting V-V! per bak (rata-rata 23 per bak). Sementara itu, hasil uji tebar pada media dasar pasir menunjukkan bahwa jumlah individu per bak adalah 19, 20, 25 dan 21 anak kepiting V-VIII (rata-rata 21 per bak). Mortalitas pada pemeliharaan benih rajungan secara masal ini mungkin disebabkan oleh kanibalisme.

Nampak pada pemeliharaan benih rajungan bahwa anak kepiting mau memakan pakan buatan berbentuk pelet yang disediakan (J-GIMIVL-LIPI1994). Tetapi pelet tersebut menjadi berjamur pada perendaman semalam, sehingga zat pengawet (anti jamur) perlu ditambahkan. Kelulus-hidupan anak kepiting yang dipelihara baik secara "single rearing" maupun "mass rearing" mengikuti pola jumlah individu per luas area dasar (volume) bak pemeliharaan. Ini berarti bahwa apabila anak kepiting dipelihara lebih lanjut secara masal, maka nilai kelulus-hidupan terus berkurang sejalan dengan permmbuhannya. Jadi untuk memperoleh data penumbuhan individual anak kepiting lebih dan 15 haft, perlu digunakan cara pemeliharaan "single rearing" dengan sistem air laut mengalir, atau minimal menggunakan sistem sirkulasi air laut dengan volume tandon air laut yang cukup.

Pertumbuhan anak kepiting rajungan tampaknya dipengamhi oleh pakan yang diberikan, kondisi lingkungan pemeliharaan dan sistem budidaya yang diterapkan. Hal ini terlihat daft adanya perbedaan bila dibandingkan dengan hasil penelitian PANGGABEAN (1986) (Tabel 4) yang menggunakan cacahan daging kerang sebagai pakan; sedangkan kondisi lingkungan yang dicatat adalah salinitas 33 - 34 % dan suhu air 25 - 29C. Pada penelitian ini suhu air diatur berkisar sekitar 31C, sedangkan salinitasnya 31 - 33 %. Pada suhu air yang lebih tinggi, pemberian pakan ini tampaknya mempercepat waktu molting, sehingga dalam wakm 36 hari dihimng daft haft penetasan telah dijumpai anak kepiting V sampai VII. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pertambahan lebar karapas makin meningkat dibandingkan dengan pertambahan panjang karapas, sehinggah@nn€ÈzBžðñÞ }¬]Í@ampir 2 x pada anak kepiting VII.

Tabel 4. Pertumbuhan benih rajungan (Portunus pelagicus) hasii budidaya.

TABEL 4
SUMBERPARAMETER PERTUMBUHANAKIAK IIAKIIIAKIVAK VAKVIAK VII
PANGGABEAN (1986)1) panjang karapas (mm)1,503,806,108,2011,6115,1219,21
2) umur(hari)17-3030-4343-5757-7171-8888-110110 -141,
STUDI INI1) lebar karapas (ram)3,374,926.568,8511,3814,6719,93
2) panjang kacapas (mm)2,703,003,915,086,308,069,98
3) lebar/panjang1,251,641,671,741,811,821,99
4) berat tubuh (gram) tidak ditimbang0,1650,2890,481
5) umur(hari)13-14 14-15 15-16 16-2622->3624->3635->36

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dibiayai oleh DIP-LIPI 1994/1995, Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Kelautan. Kepada Prof. DR. Kasijan Romimohtarto, Deputi IPA-LIPI, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas pengarahan dan kesempatan yang telah diberikan untuk pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan budidaya rajungan.

DAYFAR REFERENS

BUDZINSKI, E.; P. BYKOWSKI and D. DUTKIEWICZ 1985. Possibilities of processing and marketing of products made from Antartic krill. FAO fish. Tech. Pap. 268 : 46 pp.

CASTELL, J.D.; J.C. KEAN; D.G.C. Mc CANN; A.D. BOGHEN; D.E. CONKLIN and L.R. D'ABRAMO 1986. A standard reference diet for crustacean nutrition research II. Selection of a purification procedure for production of the rock crab protein ingredient. J. World Aqua. Soc. 20 (3): 100 - 106.

JUWANA, S. 1985. A pilot plant to mass production of crab seed (Ponunus pelagicus). Proc. Fourth LIPI-JSPS Joint Seminar on Marine Science, Jakarta 15 - 18 November 1994: 115 - 121.

PANGGABEAN, M.G.L. 1986. Penumbuhan dan juwana rajungan (Portunus pelagicus L.). Oseanol. Indon. 21:53 - 63.

SORGELOOS, P. and P. LEGER 1992. Improved larviculture-outputs of marine fish, shrimp and prawn. J. World Aqua. Soc. 23 (4): 251 - 264.

Published by LIPI, Jakarta, Indonesia


The following images related to this document are available:

Line drawing images

[li96001b.gif] [li96001a.gif] [li96001c.gif]
Home Faq Resources Email Bioline
© Bioline International, 1989 - 2024, Site last up-dated on 01-Sep-2022.
Site created and maintained by the Reference Center on Environmental Information, CRIA, Brazil
System hosted by the Google Cloud Platform, GCP, Brazil