|
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 1996 No. 29: 41- 55 ISSN 0125 - 9830 HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN STRUKTUR IKHTIOFAUNA PERAIRAN DARAT PULAU SIBERUT 1 ) Balitbang Dinamika Perairan, Puslitbang Limnologi-LIPl.
Code Number:LI96004
Penelitian ini beaujuan mengungkapkan parameter-parameter mutu air yang berpengaruh terhadap komposisi jenis, indeks keanekaragaman dan biomasa ikhtiofauna di perairan darat Pulau Siberut. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat jala bemkuran mata janng 1 cm yang dioperasikan sepuluh kali untuk setjap stasiun. Pengawetan dan analisis sampel air dilakukan dengan metode-metode yang disajikan pada Standard Methods (RAND et al. 1975). Hasil pengambilan contoh pada 49 stasiun yang terdiri daft ruas-ruas sungai yang terdapat di pulau tersebut menunjukkan bahwa ikan hanya tertangkap pada 27 stasiun (55.1%) terdiri dan 19 jenis. Kesembilan belas jenis ikan yang tertangkap termasuk dalam sebelas suku. Sebaran ikhtiofauna tidak merata dan didominasi oleh Puntius binotatus dan Suku Cyprinidae. Fakta yang ada menunjukkan biomasa ikan rata-rata (1,45 +/- 0,89 g basah/m2) yang relatif rendah, seperti juga indeks keanekaragaman jenisnya (0,377 +/- 0,178). Keanekaragaman jenis ini di ruas-ruas sungai ini dipengaruhi secara nyata oleh suhu (r* = 0,53, P = 0,01, n = 27), sedangkan biomasa ikan dipengaruhi secara sangat nyata oleh konsentrasi amonia dan konduktivitas (r** multiple = 0,69; P = 0,01). Parameter-parameter limnologis lain yang secara bersama-sama turut mempengaruhi besarnya biomasa ikan adalah pH, N-nitrat, oksigen terlarut (dissolved oxygen = DO), total ortofosfat - (P04), konduktivitas (uS/cm) dan kecepatan arus. Bagaimana parameter mum air tersebut mempengaruhi biomasa dan keanekaragaman ikan dibahas secara singkat. RELATIONSHIP OF WATER QUALITY PARAMETERS TO ICHTHYOFAUNA COMMUNITY STRUCTURES IN THE INLAND WATERS OF SIBERUT ISLAND. The study is aimed to determine water quality parameters that have the greatest influence upon species composition, species diversity index and ichthyofauna biomasa in the inland waters of Siberut island. Sampling was conducted using a cash-net of 1 cm meshsize which was operated ten times at each station. Water samples were preserved and analyzed following the methods as described in Standard Methods (Rand et al. 1975). Fish samplings have been conducted at 49 stations for two years (1993 - 1994) and the results showed that only at 27 stations (55. 1%) were fish samples obtained, which contained 19 species. These 19 species belong to eleven families. One species of Cvprinidae, Puntius binotatus, was found dominating the fish populations in the tributaries, which showed a patchy horizontal distribution pattern. The existing fact showed that a relatively low fish biomass (1,45 +/- 0.89 g/m2 or 14.2 kg/ ha) and a low index of species diversity (0.377 +/- 0.178) were found in Siberut island waters. Fish species diversity was significantly correlated to temperature only (r* = 0.53; P = 0.05; n = 27), whilst fish biomass was very significantly correlated multiply to both ammonia and conductivity (r* multiple = 0.69; P = 0.01; n = 27). Other limnological parameters, i.e., pH, N-nitrate, dissolved oxygen, total ortophosphate P (P04), conductivity ( S/cm) and current velocity were also multiply correlated to fish biomass. How the water quality parameters influence the fish biomass and the fish species diversity is discussed. Perairan darat yang terletak di kawasan terpencil di Pulau Siberut (Sumatra Barat), Lembah Baliem (Irian Jaya) dan tempat-tempat lainnya, seringkali dimanfaatkan juga sebagai sumberdaya penghasil protein hewani untuk kehidupan sehari-han. Daft berbagai komponen ekosistem perairan darat yang paling sering dijadikan sumber protein hewani umumnya adalah ikthiofaunanya. Informasi ilmiah mengenai komunitas ikhtiofauna di sungai-sungai kecil yang alirannya terputus-putus ("intermittent" masih sangat jarang, apalagi untuk sungai-sungai di suatu pulau kecil di tengah samudra, seperti yang dijumpai di Pulau Siberut (HARTOTO et al. 1986; HARTOTO et al. 1985a; dan HARTOTO et al. 1985b). Keanekaragaman ikhtiofauna yang mendiami suatu perairan dapat menjadi petunjuk tentang stabilitas produktivitas sekunder suatu perairan darat. Mengingat pulau Siberut direncanakan untuk dijadikan Taman Nasional, maka informasi mengenai struktur komunitas yang dikaitkan dengan sifat limnologis perairan dimana ikhtiofauna tersebut dikoleksi, dapat menjadi bagjan penting dari informasi dasar untuk perencanaan pembangunan yang lebih ramah lingkungan. Sasaran yang diharapkan daft penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai keadaan ikhtiofauna perairan darat yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kriteria ("set points") untuk pengelolaan Pulau Siberut sebagai Taman Nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka tujuan yang akan dicapai penelitian ini adalah mengungkapkan komposisi jenis, indeks keanekaragaman, biomasa, dan hubungan antara cifi-ciri komunitas ikhtiofauna dengan faktor-faktor fisiko-kimia perairan tempat hidupnya. BAHAN DAN METODE Pengambilan contoh dilakukan pada 49 stasiun yang tersebar pada beberapa ruas sungai yang ada di Pulau Siberut (Gambar 1 ). Gambar 1. Peta lokasi stasiun pengambilan contoh di perairan darat P. Siberut. Saman pengambilan contoh komunitas ikthiofauna adalah hasil tangkapan sepuluh kali tebaran jala yang jori-jan lingkoran tebamya 1,10m dengan lebar mata janng 1 cm (luas per tebaran jala = 3.80 m2). Contoh yang diperoleh diawetkan dalam formalin 4%, kemudian diidentifflcasi sampai tingkat jenis di laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Dinamika Perairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi - LIPI. Identifikasi ikan menggunakan buku panduan WEBER & DE BEAUFORT (1913; 1922; 1929; 1931; 1936; 1952; 1962). Ikan yang diperoleh juga ditimbang dalam keadaan kering udara sampai satuan gram terdekat. Penghitungan biomasa ikhtiofauna (bobot basah) dilakukan dengan membagi jumlah bobot total ikan yang tertangkap dengan luas total pengambilan contoh dengan 10 kali tebaran jala. Parameter fisik yang diukur langsung di lapangan adalah suhu (12 ulangan), pH (12 ulangan), oksigen terlarut (DO = dissolved oxygen, 12 ulangan), kecepatan ams dan konduktivitas (12 ulangan). Parameter-parameter yang diukur dan alat-alat yang digunakan untuk mengukur di lapangan dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur beberapa parameter fisika secara langsung di lapangan
Pengambilan contoh air dilakukan secara komposit pada enam titik di setiap stasiun untuk analisis beberapa parameter kimia air. Pengawetan dan analisis contoh tersebut dilakukan dengan metode-metode yang disajikan dalam Standard Methods for Water and Waste Water Analysis (RAND et al 1975). Rincian parameter yang dianalisis dan metode analisisnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter limnologis yang dianalisis dan metode analisisnya.
Data fisika-kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mum air pada Tabel 3, serta dihitung indeks kimiawinya dengan metode yang disaiikan dalam KIRCHOFF (1992). Indeks kimiawi yang diperoleh dibandingkan dengan kfiteria yang dikemukakan oleh HARTOTO (1993 a). Data komunitas ikhtiotauna yang diperoleh dihimng dengan indeks keanekaragaman Shannon Wiener seperti metode yang dirumuskan oleh KREBS (1972). Uji statistik hubungan antara parameter-parameter fisika-kimia dan komunitas ikhtiofauna dilakukan dengan metode-metode yang disajikan pada STEEL & TORRIE (1960) dengan bantuan perangkat lunak program Microsta. Tabel 3. Kriteria mutu air untuk media hidup fauna perairan darat (HARTOTO et al. 1993)
Tabel 4. Klasifikasi mum air berdasarkan indeks kimiawi perairart (HARTOTO et al. 1993)
Perairan darat yang ada di Pulau Siberut pada umumnya adalah sungaisungai yang tidak menerus, yakni sungai yang tidak selalu berair dan mengalami dua kondisi ekstrim, yaitu banjir besar di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Meskipun pengambilan contoh ikan telah dilakukan pada 49 stasiun, tetapi tidak pada semua stasiun diperoleh hasil tangkapan. Ikan hanya berhasil dimngkap pada 27 smsiun (55,1%) yang terdiri dari ruas-mas sungai yang tersebar di Pulau Sibemt (Gambar 1 ). Jumlah ikan yang berhasil dicatat pada smdi ini mencapai 279 individu yang termasuk kedalam 19 jenis dan sebelas suku. Data jenis ikan, jumlah individu, biomasa serta stasiun dimana ikan-ikan tersebut dapat ditangkap disajikan pada Tabel 5. Data bahwa tidak semua ruas sungai berisi ikan, memberikan pemnjuk bahwa pola sebaran ikhtiofauna di sungai-sungai Pulau Siberut bersifat tidak roerata ("patchy"). Hal ini diduga karena tempat berlindung ("refuge") yang dapat dimanfaatkan ikan pada saat terjadinya kondisi ekstrim di lingkungan tidak tersedia secara merata. Pola sebaran memanjang komunitas yang tidak merata ini mirip dengan yang dilaporkan oleh HARTOTO et al. (1985b) untuk sungaisungai kecil sejenis di Taman Nasional Ujung Kulon. Biomasa ikan yang dapat tertangkap dengan jala di sungai-sungai Pulau Siberut adalah 1,45 ± 0,89 g/m2 (Tabel 6). Angka ini jauh lebih kecil daripada biomasa ikan rata-rata di sungai-sungai kecil serupa di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang mencapai 8,08 g/m2 (HARTOTO et al. 1985). Lebih kecilnya biomasa ikan di Pulau Siberut ini diduga karena berbagai sebab, antaranya P. Siberut terisolasi oleh samudera, sehingga perkayaan jenis melalui proses suksesi dan perairan daratan Sumatera tidak ada. Adanya. kondisi ekstrim perbedaan muka air yang besar serta kuatnya arus di musim hujan diperkirakan juga turut berperan menentukan besamya biomasa ikan di sungai-sungai tersebut. Tabel 5. Data biodiversitas ikhtiofauna di perairan darat pulau Siberut Tabel 6. Data kualitas air untuk menghimng indeks kimiawi di perairan darat P. Siberut Parameter WELCOMME (1986) dan LAGLER et al. (1977) mengemukakan bahwa ikanikan di sungai tropika pada umumnya mempunyai ciri kemampuan beradaptasi yang besar terhadap dua faktor lingkungan terpenting di sungai, yaitu arus yang deras dan oksigen terlamt yang rendah saat musim kemarau. Adaptasi terhadap arus kuat dicapai melalui tiga mekanisme yaim mempunyai struktur yang membanm ikan tersebut untuk melekat pada baman atau vegetasi; mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada arus dengan berlindung pada ceruk-ceruk batu; dan kemampuan untuk berenang cepat. Adaptasi terhadap kandungan oksigen yang rendah pada dasamya dapat terjadi karena dimilikinya alat pemapasan tambahan (jamgan labirin; "arborescent organ" dan alat-alat lainnya); mempunyai anatomi khusus pada mulut untuk mengambil oksigen di permukaan berupa mulut yang kecil yang posisinya ke arah dorsal serta kepala kecil serta mempunyai adaptasi fisiologis berupa tingginya afinitas darah terhadap oksigen. Berdasarkan pengamatan terhadap anatomi mbuh dan tingkah laku ikan-ikan yang ditangkap di perairan darat Pulau Siberut maka pola adaptasinya dapat digolongkan seperti pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa cukup banyak jenis ikan yang eurihalin (7 jenis; 38,8%) yang mengisi ruas-ruas sungai di Pulau Siberut. Selain jenis-jenis yang dikumpulkan dengan alat jala, pada penelitian ini dapat juga dicatat adanya jenis-jenis lain yang menghuni perairan darat Pulau Siberut, yaitu ikan lele (Clarias batrachus) dan ikan sidat (Anguilla sp.) yang anakannya tertangkap oleh alat tangkap yang dioperasikan penduduk suku Mentawai. Indeks keanekaragaman ikhtiofauna yang diperoleh di sungai-sungai Pulau Siberut berkisar antara 0 sampai 1,309 dengan nilai rata-rata 0,377 ± 0,178. Indeks keanekaragaman rata-rata sebesar ini menunjukkan bahwa lingkungan tempat hidup fauna ikan tersebut umumnya tidak dapat mendukung suatu kekayaan jenis yang tinggi. Selain itu indeks keanekaragaman yang rendah ini juga menggambarkan bahwa ada jenis tertentu yang mendominasi komunitas ikan di sungai-sungai Pulau Siberut. Jenis ikan yang mendominasi sungai di pulau ini adalah ikan beunteur Puntius binotatus (45,5%). Ikan beunteur adalah salah sam jenis ikan yang tersebar luas di sebelah barat garis Wallacea (WEBER & BEAUFORT 1916) dan umumnya bersama-sama Rasbora lateristriata memang mendominasi sungai-sungai kecil berbatu yang berarus deras (HARTOTO 1986). Indeks kimiawi tempat hidup ikhtiofauna di sungai-sungai Pulau Sibemt berkisar sekitar 72,8 ± 4,61 (Tabel 7). Nilai tersebut bila dibandingkan dengan kriteria pada Tabel 4 menunjukkan bahwa habitat perairan darat Pulau Siberut tergolong kelas II, yaitu kondisi perairannya masih baik, tidak tercemar. Indeks kimiawi terkecil (56,2) dijumpai pada stasiun nomor 37 yang terletak sebelum pabrik sagu di DAS Deireket. Meskipun demikian perairan ini masih tergolong kelas III dengan sedikit pencemaran. Sumber pencemaran yang teramati di lapangan berasal dari limbah pabrik sagu dan tempat penimbunan batang sagu. Indeks kimiawi terbesar (92,6) ditemukan pada stasiun 26, di mas sungai Taileleu dekat kampung. Besamya nilai indeks kimiawi di stasiun ini disebabkan letaknya berbatasan dengan hutan primer yang relatif belum banyak terjamah oleh kegiatan manusia. Parameter oksigen terlamt (Tabel 7) rata-rata 7,63±0,52 mg/l masih memenuhi baku mum air yang dipersyaratkan untuk kehidupan ikan (Tabel 3). Demikian pula halnya unmk pH (7,23±0,32); NO3-N (0,465 ± 0,251 mg/l); dan PO4-P (0,076±0,059 mg/l). Parameter mum air yang rata-ratanya tidak memenuhi baku mum yang disajikan pada Tabel 3 adalah NH3-N (0,309 ± 0,121mg/l). Tabel 7. Nilai ram-ram parameter mum air dan biomasa ikan perairan darat P. Siberut
Tabel 8. pola adaptasi ikhtiofauna P.Siberut terhadap kondisi ekstrim arus yang deras(pada saat hujan) dan oksigen rendah (pada musim kemarau) yang didasarkan ams benink tubuh dan informasi biologi lainnya.
A mempunyai struktur yang membantu ikan tersebut untuk
melekat
pada batuan atau vegetasi IK ikan = 4.712-0.1581 suhu (oC)
(r* = 0,46, P = 0.05, n = 27) Keterangan: r* = koefisien korelasi nyata Dari persamaan tersebut di atas nampak bahwa keanekaragaman ikan di sungaisungai di Pulau Siberut dikendalikan oleh faktor suhu. Hal ini dapat dijelaskan karena adanya kondisi ekstrim kekeringan, yang selalu disenai dengan meningkatnya suhu kolom air karena tingginya intensitas penyinaran; sedangkan lindungan vegetasi ripman akan mampu menurunkan suhu kolom air di ruas sungai tersebut. Jadi di sini terdapat pemnjuk bahwa adanya pohon-pohon di tepi sungai akan melindungi permukaan air sehingga secara langsung mrut mempengaruhi ikhtiofauna sungai-sungai kecil yang dangkal dan tak meneras. Analisis korelasi biomasa ikan dan parameter mum air menunjukkan bahwa biomasa ikan dipengamhi masing-masing secara nyata oleh konsentrasi amonia (r* = 0,42, P = 0,05, n = 27) dan konduktivitas (r* = 0,53, P = 0,05, n = 27). Uji regresi tentang hubungan tersebut selanjutnya menunjukkan persamaan seperti dibawah ini: Biomasa Ikan (g/m2) = -1,918 + 3,213
(NH3) + 0,019 (konduktivitas
S/cm) (r** = 0,60; P = 0,01; n = 27) Keterangan: r** = koefisien korelasi sangat nyata. Biomasa Ikan (g/m2) = 0,257 + 3,862
(NH3; mg/l) Biomasa Ikan (g/m:) = -2,285 + 0,030 (konduktivitas S/cm)
Fenomena yang menunjukkan korelasi positif antara NH3 dan biomasa ikan jarang ditemukan. Meskipun demikian diduga pengaruhnya pada biomasa ikan tidak terjadi secara langsung; tetapi melalui mekanisme penyediaan zat hara (dalam hal ini N-amonia) bagi pertumbuhan perifiton, selanjumya perifiton berperan sebagai pakan ikan. GOLDMAN dan HORNE (1983) mengemukakan bahwa bila ada amonia dan nitrat, alga akan memanfaatkan N-amonia terlebih dahulu dibandingkan N-nitrat unmk permmbuhannya, karena untuk ini alga tidak terlalu banyak membutuhkan energi guna membuat enzim pereduksi nitrat (nitrate reductase). Konduktivitas sebagai indikator banyak sedikitnya ion-ion yang terlarut di dalam air, diduga mempengaruhi biomasa ikan melalui mekanisme yang kurang lebih sama seperti amonia disertai mekanisme pembamsan ("limitation") pada pengamran tekanan osmose pada insang ikan yang bersangkutan. Hasil uji korelasi dan regresi lebih lanjut menunjukkan bahwa secara bersama-sama parameter-parameter lain mrut menentukan besamya biomasa ikan. Parameter-parameter tersebut adalah suhu; pH; N-N03; oksigen terlamt; P-P04; N-NH3; konduktivitas dan kecepatan arus. Korelasi parameter-parameter ini secara sendiri-sendiri dengan biomasa ikan tidak nyata; tetapi secara bersama korelasi mereka dengan biomasa ikan cukup nyata seperti yang ditujukkan pada persamaan regresi di bawah ini. Biomasa Ikan (g/m2) = -22,933 - 0,172 suhu (C) + 3,241 pH + 0,467 N-NO3 (mg/l) + 0,418 DO (mg/l) - 0,393 P-PO4 (mg/l) + 4,460 N-NH3 (mg/l) + 0,0147 konduktivitas (S/cm)- 1,870 arus (m/detik) (r* = 0,73; P = 0,05; n = 27) Dari persamaan tersebut jelaslah bahwa meskipun amonia dan konduktivitas paling berperan dalam menentukan besamya biomasa ikan di sungai-sungai tersebut, parameter-parameter mum air lainnya turut pula memberikan pengaruhnya masing-masing pada kadar yang berbeda-beda. Terimaksih kami sampaikan kepada Ir. Toni P. Sastramihardja MSc dan Ir. Igna Hadi, Puslitbang Geoteknologi LIPI masing-masing sebagai Koordinator Program LIPI Terpadu unmk Pulau Siberut pada tahun anggaran 1993-1994 dan 1994-1995, yang telah memberi kesempatan pada kami untuk melaksanakan penelitian ini, serta kepada Drs. Gunawan, Drs. Badjoeri dan Sdr. Mohammad Suhaemi Syawal ams banmannya dalam memperoleh sampel. GOLDMAN C.R. and A.J. HORNE 1983. Limnology. Mc Graw Hill International Book Company Tokyo:464 pp. HARTOTO. D.I. 1986. Distribusi 1okal dan spasial Puntilts binotatus dan Rasbora lateristriata Citaman Jaya dan Ci Binua. Taman Nasional Ujung Ku1on. Berita Biologi 3 (6): 261-167 HARTOTO. D.I.; D. WOWOR and S. WIRJOATMODJO 1985a. Studies of biotic communities on coastal area of Sumur, West Java: Fish fauna of small streams. Proceedings of the Svmposium on 1OO_Years 16 September 1998 16 September 1998 Development of Krakatau and Its Surroundings. 1. Natural Sciences. 401-410. HARTOTO, D.I.; N. TRISNANINGSIH dan 1. RAHMATIKA. 1985b. Tumpang tindih "niche" ikan di muara Ci Siih dan Ci Jaralang. Selat Sunda, Jawa Barat. Berita-Biologi 3(3): 77-83 HARTOTO, D.I.; D.S. SJAFEI dan K. SUMANTADINATA 1993. Pengembangan baku mutu sifat limnoengineering pusat distribusi diversitas perikanan perairart umum tropika. 1. Studi kasus di Propinsi Jambi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional.Pembangunan Lingkungan Da lam PJPT 11. Universitas Satya Wacana. Salatiga 14 Agustus 1993:23 hal. KIRCHOFF. W. 1991. Water quality assessment based on physical. chemical and biological parameters for Citarum River. Paper Presented in the Workshop on Water_Quality Assessment and Standard Water Quality Management. Bandung. 17-18 Desember 1991: 12 pp. KREBS. C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publishers. New York: 654 LAGLER. K.F; J.E. BARDACH; R.R. MILLER .and D.R.R. MAY PASSINO 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons. Tokyo: 506 pp. RAND,M.C.; A.E. GREENBERG and J. TARAS 1975. Standard methods for the examination of water and waste water. APHA-AWWA-WPCE 14th Edition. Washington: 1193 pp. STEEL R.G.D. and J.H. TORRIE 1960. Principles and procedures of statistics, with special references to the biological sciences. Mc Graw Hill Book Company. inc., New York: 481 pp. WEBER. M. and L.E DE BEAUFORT. 1016. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol III. E.J. Brill, Leiden: 455pp. WEBER. M. and L.E DE BEAUFORT 1922. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol IV. E.J. Brill, Leiden: 409 pp. WEBER, M. and L.E DE BEAUFORT 1929. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol V. E.J. Brill. Leiden: 457 pp. WEBER, M. and L.E DE BEAUFORT. 193J. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol VI. E.J. Brill, Leiden: 448 pp. WEBER, M. and L.F. DE BEAUFORT 1936. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. VOl VII. E.J. Brill, Leiden: 607 pp. WEBER, M. and L.E DE BEAUFORT 1952. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol X. E.J. Brill, Leiden: 423 pp. WEBER, M. and L.R DE BEAUFORT 1962. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Vol XI. E.J. Brill, Leiden: 481 pp. WELCOMME, R.L. 1986. Fish of Niger systems. In: The Ecology of river systems (B.R. Davis and K.E Walker eds), Dr. W. Junk Publishers, Dordrecht: 45-48. Published by LIPI, Jakarta, Indonesia The following images related to this document are available:Line drawing images[li96004c.gif] [li96004a.gif] [li96004b.gif] |
|